
Prabowo Diminta Kaji Ulang Penghapusan Sistem Kelas BPJS – Buruh yang tergabung dalam Forum Jaminan Sosial( Jamsos) menolak kebijakan Kamar Rawat Inap Standar( KRIS) yang jadi pengganti sistem kelas BPJS Kesehatan. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden( Perpres) No 59 Tahun 2024 tentang Pergantian Ketiga atas Peraturan Presiden No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Penghapusan Kelas BPJS
Pimpinan Koordinator Forum Jamsos Jusuf Rizal melaporkan grupnya menolak konsep KRIS lantaran berlawanan dengan prinsip keadilan. Ia juga memohon kepada Presiden Prabowo Subianto supaya mengkaji ulang kebijakan- kebijakan yang menyangkut jaminan sosial.
” Kita menolak terhadap ilham gagasan KRIS ini satu ruang perawatan yang berlawanan dengan prinsip keadilan buat kita. Kedua, kita memohon kepada Presiden RI Pak Prabowo Sudanto supaya mengkaji ulang bermacam kebijakan- kebijakan yang menyangkut permasalahan jaminan sosial,” kata Jusuf dikala ditemui usai audiensi dengan Dewan Jaminan Sosial Nasional( DJSN), di Jakarta, Rabu( 21/ 5/ 2025) kemarin.
Baca Juga : Situs PeduliLindungi Diretas Hacker, Tampilkan Konten Judi Online!
Jusuf menerangkan kebijakan tersebut menaikkan beban bayaran dari BPJS Kesehatan yang luar biasa sehingga bisa kurangi anggaran yang sudah dialokasikan. Ia memohon supaya dana yang sudah dialokasikan di BPJS Kesehatan buat tingkatkan pelayanan yang telah terdapat.
Senada, Pimpinan Institute Ikatan Industrial Indonesia Saepul Tavip memperhitungkan kebijakan tersebut memunculkan kerugian di golongan buruh.” Implikasinya luar biasa terhadap golongan buruh yang sepanjang ini terletak di kelas 1 serta kelas 2. Jika disamaratakan nanti itu hendak hadapi downgrade,” kata Tauvip.
Apabila pemerintah bertujuan buat menyamaratakan kelas BPJS Kesehatan, Tauvip menyebut lebih baik tingkatkan layanan- layanan yang sepanjang ini dinilai kurang. Baginya, bila KRIS diterapkan hingga hendak terdapat iuran tunggal buat partisipan mandiri yang nilainya terletak di kisaran iuran kelas 3 serta kelas 2 dikala ini. Perihal ini berpotensi merendahkan pemasukan iuran dari partisipan mandiri, yang hendak berakibat pada defisit pembiayaan.
” Nah jika pemerintah bernazar upgrade ruang rawat inap. Ya harusnya membetulkan yang lemah itu yang kurang itu diperbaiki, diupgrade, jangan yang telah baik hadapi downgrade. Itu yang kami tolak. Jadi implikasinya luar biasa,” cerah Tauvip.
Ia juga memohon supaya pemerintah tidak mempraktikkan kebijakan tersebut. Grupnya juga hendak turun ke jalur apabila pemerintah senantiasa melaksanakan kebijakan KRIS.” Jadi jika kebijakan ini dipaksakan, kita main, kita mainkan. Buruh kan begitu, turun lapangan kita, menolak. Terdapat cara- cara konsensional yang dapat kita jalani,” cerah ia.
Asumsi DJSN
Pimpinan Dewan Jaminan Sosial Nasional( DJSN) Nunung Nuryartono menerangkan grupnya siap menampung tiap masukan yang di informasikan seluruh pihak, tercantum dari buruh. Perihal ini selaku upaya buat tingkatkan kualitas layanan revisi sistem proteksi sosial.
” Jadi pasti selaku satu dewan yang diberikan tugas serta amanah oleh undang- undang, hingga kami menerima tiap masukan, tiap apa yang di informasikan oleh segala pemangku kepentingan di dalam upaya buat terus menjadi tingkatkan kualitas layanan revisi serta sistem proteksi sosial di Indonesia, spesialnya jaminan sosial,” cerah Nuryartono.
Selaku data, pelaksanaan ketentuan baru KRIS BPJS Kesehatan sangat lelet 30 Juni 2025. Segala rumah sakit bisa menyelenggarakan sebagian ataupun segala pelayanan rawat inap cocok dengan ketentuan KRIS dengan pertimbangan keahlian dari tiap- tiap.